Bom masih saja membumihanguskan daratan Palestina. Sementara di Indonesia, permasalahan akut yang dihadapi masyarakat Sidoarjo terus merengsek menuntut penyelesaiannya. Para pejuang kemerdekaan seketika was-was karena akan kehilangan kenyamanan di rumah tuanya Belum lagi keberadaan oknum yang mengatasnamakan Tuhan untuk kepentingan kelompoknya sendiri. Ah, ini hanya segelintir peristiwa saja. Tuhan, kamu dimana? Tidakkah Kau pernah mencoba menghentikan tragedi kemanusiaan ini dengan kekuasaanMu?
Di sebuah gubuk sederhana, aku berkesempatan bertemu Tuhan. Kami berbincang hingga larut malam. Membiarkan berbagai tragedi terus saja terjadi di depanNya, di belakangNya, bahkan di dalam diriNya.
Selama ini Engkau dimana? Tidakkah Kau tahu berapa banyak permasalahan yang terjadi belakangan ini?
Aku tidak kemana-mana, tapi ada di mana-mana. Persoalan terlampau banyak. Aku tak mampu menyelesaikannya sendiri!
Ada apa ini? Apakah Engkau telah kehilangan semangatMu?
Bukan begitu. Aku selalu diburu waktu. Aku terlampau lelah untuk menyelesaikan semuanya. Bahkan, bom-bom itu begitu cepat menghunjam Palestina. Aku terlambat! Di saat yang bersamaan, seketika itu juga, timbul persoalan lain di belahan bumi lain bernama Sidoarjo. Lumpur terus saja menyembur. Menumpahkan lumpur panas yang mengubah daratan menjadi lautan lumpur.
Hmmmm….
Aku begitu sibuk memberi jalan bagi pengungsi-pengungsi di Sidoarjo. Sampai-sampai, Aku tak punya waktu lagi ikut memantau situasi politik demokrasi di Indonesia menjelang Pemilu 2009 ini. Ah, Aku belum tahu apakah prosesnya telah berjalan lancar, dengan landasan demokrasi yang telah mereka sepakati atau tidak.
Kenapa Engkau tak memantaunya sekarang? Masih ada sisa waktu, bukan?
Sudahlah, biarkan saja! Aku merasa kekuasaan mereka (penguasa negeri) telah melebihi kekuasaanKu sendiri. Mereka tak pernah menggubrisku lagi. Jadi untuk apa Aku ke sana? Toh, semuanya akan tetap sama. Lebih baik Aku berada di tempat lain. Tetapi, Aku pun tak dapat tenang.
Kenapa? Tidakkah Engkau menikmati keberadaanMu?
Seharusnya! Tetapi masalah demi masalah di tiap belahan dunia ini terus saja membayang di pikiranKu. Aku (masih) kepikiran perang di Palestina. Aku kepikiran anak-anakKu yang kelaparan di Ethiopia. Aku kepikiran anak-anak yang pura-pura membelaKu di Indonesia. Ah, situasi di dunia memang sedang panas. Bahkan melebihi global warming yang katanya menjadi ancaman utama anak-anakKu di dunia ini.
Kenapa Engkau menganggap anak-anak yang membelaMu di Indonesia itu hanya berpura-pura? Bukankah seharusnya Engkau senang bahwa masih ada yang ingat padaMu?
Hahahahahaaaaa.… Bagaimana Aku bisa senang? Aku suka mereka membelaKu. Aku senang mereka peduli kepada saudara-saudaranya di dunia yang (menurut mereka) tidak berada di jalanKu.
Lantas?
Aku hanya menyayangkan sikap mereka saja. Mereka selalu membawa-bawa namaKu agar keberadaannya diakui. Lihatlah sendiri, bagaimana mereka membawa-bawa pentungan untuk “mengingatkan” saudaranya sholat. Lihatlah, bagaimana mereka “meledakkan” Bali karena saudara-saudara jauhnya menggunakan pakaian setengah telanjang .
Lihatlah juga, bagaimana mereka menganggap bahwa membunuh pengikut aliran Ahmadiyah adalah halal. Aku tak habis pikir dengan kelakuan mereka. Apa yang telah meracuni hati anak-anakKu hingga mampu berbuat seperti itu. Sudahlah, biarkan saja…
Kami tertawa bersama. Sementara di Palestina, seorang Ibu masih tetap tetap waspada terhadap bisingnya suara senapan mesin, suara tangis mengenaskan anak-anak dan suara pawai panser yang siap menghancurkan rumahnya kapan saja. Masyarakat Sidoarjo masih dibuat kebingungan dengan fenomena yang terjadi di rumahnya. Kelompok yang mengatasnamakan Tuhan masih saja memburu saudara-saudaranya sendiri yang tak sepaham dengan mereka.
Kami hanya bisa tertawa seraya menyaksikan berbagai tragedi yang datang silih berganti itu. Sebuah dilema tak berkesudahan yang terjadi di setiap belahan dunia ini.
Di sebuah gubuk sederhana, aku berkesempatan bertemu Tuhan. Kami berbincang hingga larut malam. Membiarkan berbagai tragedi terus saja terjadi di depanNya, di belakangNya, bahkan di dalam diriNya.
Selama ini Engkau dimana? Tidakkah Kau tahu berapa banyak permasalahan yang terjadi belakangan ini?
Aku tidak kemana-mana, tapi ada di mana-mana. Persoalan terlampau banyak. Aku tak mampu menyelesaikannya sendiri!
Ada apa ini? Apakah Engkau telah kehilangan semangatMu?
Bukan begitu. Aku selalu diburu waktu. Aku terlampau lelah untuk menyelesaikan semuanya. Bahkan, bom-bom itu begitu cepat menghunjam Palestina. Aku terlambat! Di saat yang bersamaan, seketika itu juga, timbul persoalan lain di belahan bumi lain bernama Sidoarjo. Lumpur terus saja menyembur. Menumpahkan lumpur panas yang mengubah daratan menjadi lautan lumpur.
Hmmmm….
Aku begitu sibuk memberi jalan bagi pengungsi-pengungsi di Sidoarjo. Sampai-sampai, Aku tak punya waktu lagi ikut memantau situasi politik demokrasi di Indonesia menjelang Pemilu 2009 ini. Ah, Aku belum tahu apakah prosesnya telah berjalan lancar, dengan landasan demokrasi yang telah mereka sepakati atau tidak.
Kenapa Engkau tak memantaunya sekarang? Masih ada sisa waktu, bukan?
Sudahlah, biarkan saja! Aku merasa kekuasaan mereka (penguasa negeri) telah melebihi kekuasaanKu sendiri. Mereka tak pernah menggubrisku lagi. Jadi untuk apa Aku ke sana? Toh, semuanya akan tetap sama. Lebih baik Aku berada di tempat lain. Tetapi, Aku pun tak dapat tenang.
Kenapa? Tidakkah Engkau menikmati keberadaanMu?
Seharusnya! Tetapi masalah demi masalah di tiap belahan dunia ini terus saja membayang di pikiranKu. Aku (masih) kepikiran perang di Palestina. Aku kepikiran anak-anakKu yang kelaparan di Ethiopia. Aku kepikiran anak-anak yang pura-pura membelaKu di Indonesia. Ah, situasi di dunia memang sedang panas. Bahkan melebihi global warming yang katanya menjadi ancaman utama anak-anakKu di dunia ini.
Kenapa Engkau menganggap anak-anak yang membelaMu di Indonesia itu hanya berpura-pura? Bukankah seharusnya Engkau senang bahwa masih ada yang ingat padaMu?
Hahahahahaaaaa.… Bagaimana Aku bisa senang? Aku suka mereka membelaKu. Aku senang mereka peduli kepada saudara-saudaranya di dunia yang (menurut mereka) tidak berada di jalanKu.
Lantas?
Aku hanya menyayangkan sikap mereka saja. Mereka selalu membawa-bawa namaKu agar keberadaannya diakui. Lihatlah sendiri, bagaimana mereka membawa-bawa pentungan untuk “mengingatkan” saudaranya sholat. Lihatlah, bagaimana mereka “meledakkan” Bali karena saudara-saudara jauhnya menggunakan pakaian setengah telanjang .
Lihatlah juga, bagaimana mereka menganggap bahwa membunuh pengikut aliran Ahmadiyah adalah halal. Aku tak habis pikir dengan kelakuan mereka. Apa yang telah meracuni hati anak-anakKu hingga mampu berbuat seperti itu. Sudahlah, biarkan saja…
*****
Kami tertawa bersama. Sementara di Palestina, seorang Ibu masih tetap tetap waspada terhadap bisingnya suara senapan mesin, suara tangis mengenaskan anak-anak dan suara pawai panser yang siap menghancurkan rumahnya kapan saja. Masyarakat Sidoarjo masih dibuat kebingungan dengan fenomena yang terjadi di rumahnya. Kelompok yang mengatasnamakan Tuhan masih saja memburu saudara-saudaranya sendiri yang tak sepaham dengan mereka.
Kami hanya bisa tertawa seraya menyaksikan berbagai tragedi yang datang silih berganti itu. Sebuah dilema tak berkesudahan yang terjadi di setiap belahan dunia ini.
Terinspirasi dari esay "Ngomongin Tuhan"
2 comments:
thanks for ur comment.........saya hanya mencoba menuangkan isi fikiran saya melalui inspirasi yang begitu saja melintas......oh ya....sebagai tanda persahabatan,saya pasang link anda di blog saya,tp jgn lupa buat masang link atau banner saya ok
halo....knapa ga up date lg?saya tunggu posting berikutnya
Post a Comment